Tempo.co - Perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport McMoRan Copper & Gold Inc, menyatakan akan memperjuangkan haknya di Indonesia menyusul diberlakukannya pajak ekspor mineral baru. CEO Freeport Richard Adkerson mengatakan perseroan optimistis bisa menyelesaikan perselisihan paham dengan pemerintah Indonesia tanpa harus dibawa ke arbitrase internasional.
"Kami memiliki keinginan untuk tidak ke arbitrase internasional. Yang akan kami lakukan adalah untuk mencari resolusi perjanjian dengan pemerintah Indonesia,” ujarnya kepada Reuters, seperti dikutip 23 Januari 2014.
Adkerson mengatakan regulasi baru yang diberlakukan pemerintah Indonesia telah mengingkari kontrak yang dilakukan antara perseroan dengan pemerintah Indonesia pada 1991. Dalam kontrak itu disebutkan perseroan tidak akan dikenai pajak baru atau bea apa pun.
Freeport menyatakan pemerintah hingga saat ini masih menunda persetujuan atas rencana ekspor perseroan tahun ini. Kondisi itu akan mengakibatkan Freeport menunda produksi 40 juta pounds tembaga dan 80 ribu ounces emas per bulan hingga penundaan ekspor itu terselesaikan.
Meski begitu, Freeport belum menjelaskan berapa perkiraan kerugian dari dampak penundaan ekspor konsentrat ke konsumen tersebut. Perseroan menjamin telah melakukan komunikasi intensif dengan buyer atas masalah tersebut.
Adkerson menyatakan dia tidak ingin berspekulasi soal perkiraan kerugian atas masalah tersebut. Sebab, dia yakin bisa mencapai kesepakatan dengan pemerintah Indonesia.
Freeport melaporkan pendapatan dari tambang di Amerika Serikat di kuartal IV 2013 menurun dibandingkan dengan 2012. Penurunan seiring penurunan harga komoditas metal. Freeport mengoperasikan tambang emas dan tembaga di Papua, Indonesia. Tambang Freeport di Papua merupakan tambang dengan cadangan emas dan tembaga terbesar di dunia. Pada 2012, Freeport Indonesia menyumbang 12 persen laba sebelum pajak Freeport.
إرسال تعليق